Sumber |
Beberapa waktu yang lalu wacana pembatalan kebijakan yang mewajibkan tenaga kerja asing untuk menguasai bahasa Indonesia bergulir. Tujuan dari pembatalan kebijakan tersebut adalah mempermudah masuknya investasi asing di tengah melemahnya perekonomian nasional. Dampak positif dari pembatalan kebijakan ini belum bisa tergambar karena survei dan penelitian mengenai pengaruh kewajiban berbahasa terhadap masuknya investasi belum banyak dilakukan. Namun, dampak negatif dari tidak diwajibkannya tenaga kerja asing untuk berbahasa Indonesia lebih nyata adanya. Sayangnya, argumen-argumen yang beredar di dunia maya tidak banyak menggarisbawahi dampak negatif dari pembatalan kebijakan kebahasaan ini. Banyak yang melihat bahwa penggunaan bahasa asing di lingkungan kerja Indonesia bukan merupakan hal yang besar. Tentu hal tersebut perlu diluruskan.
Tidak
seperti bahasa Inggris, bahasa Indonesia belum banyak dikuasi oleh kebanyakan
orang di dunia. Dari segi kepraktisan, bahasa Inggris jauh lebih mudah
digunakan oleh tenaga kerja asing yang bekerja di institusi nasional.
Orang-orang Indonesia yang bekerja di perusahaan pun tidak akan menemui banyak
masalah jika harus berbicara bahasa Inggris karena bahasa internasional
tersebut diajarkan sejak taman kanak-kanak dan penguasaannya menjadi salah satu
syarat wajib untuk bekerja. Tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal tidak
akan mengalami kendala komunikasi dan roda ekonomi tetap akan berputar walaupun
tanpa dorongan bahasa Indonesia. Lalu di mana letak masalahnya? (Mungkin) kita merasa
bisa lebih baik ketika bahasa dan bangsa asing menguasai perekonomian negeri. Namun,
apakah kita mau menukar keuntungan ekonomis dengan identitas bangsa yang
tercermin dalam penggunaan bahasa Indonesia? Masalah dari dibatalkan kebijakan
ini terletak di hilangnya posisi tawar bahasa Indonesia baik di mata
internasional maupun di mata masyarakat sendiri.
Warga negara asing yang ingin belajar
atau bekerja di negara maju seperti Jepang, Jerman, dan Perancis diwajibkan
untuk mengusai bahasa nasional negara-negara tersebut. Jika tidak, mereka tidak
akan mendapatkan pekerjaan dan pelayanan maksimal untuk belajar. Hal tersebut
terdengar seperti penghalang untuk para warga negara asing untuk datang dan
berinvestasi. Nyatanya, tenaga kerja asing yang menguasai bahasa nasional dan datang
ke negara-negara tersebut masih banyak jumlahnya. Kenapa demikian? Karena
selain memberikan akses pekerjaan dan pendidikan, penguasaan bahasa nasional
negara-negara tersebut juga berarti akses untuk mengerti kemajuan ekonomi, sains,
dan sosial-budaya negara yang bersangkutan. Bahasa nasional negera-negara
tersebut punya posisi tawar dan menguntungkan jika dikuasai. Dengan demikian, dalam
konteks Indonesia, ketika tenaga kerja asing tidak diwajibkan menguasai bahasa nasional,
secara tidak langsung ditunjukkan bahwa penguasaan bahasa Indonesia tidak
memberi banyak keuntungan. Ekonomi, sains, teknologi, sosial, dan budaya
Indonesia pun dikesankan tidak perlu dipelajari oleh bangsa asing ketika bahasa
yang memuat itu semua tidak wajib dipelajari.
Selain itu, pembatalan
kebijakan ini juga akan memberi masalah pada keberadaan bahasa Indonesia di
masyarakat luas. Keran investasi berusaha dibuka lebar untuk memperbaiki
ekonomi bangsa. Artinya diharapkan sebanyak mungkin pekerja asing datang ke Indonesia
dan bekerja di sektor strategis. Pekerjaan sektor strategis itu tentu bukan
hanya diperuntukan kepada tenaga kerja asing, namun juga tenaga kerja lokal. Pertanyaannya,
ketika tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal berada dalam satu institusi,
bahasa apa yang akan lebih sering digunakan untuk berkomunikasi? Karena tenaga
kerja asing tidak bisa berbahasa Indonesia, sementara tenaga kerja lokal dapat
berbahasa Inggris, kemungkinan besar bahasa Inggris akan lebih banyak digunakan.
Bahasa Indonesia menjadi tamu di negeri sendiri. Kesan bahwa pekerjaan di
sektor strategis hanya bisa didapat jika lebih fasih berbahasa Inggris pun akan
terpapar di masyarakat, membuat bahasa Indonesia terkesan bukan bahasa untuk
sukses bekerja. Oleh karena itu, tidak aneh jika banyak orang berkata “Jika
ingin bekerja di perusahaan besar dan mendapatkan penghasilan yang tinggi, yang
terpenting adalah bisa bahasa Inggris”. Itu semua terjadi karena kita “menghargai”
tamu dengan memberi apa yang bisa mereka dapatkan daripada apa yang kita
miliki. Padahal, seyogyanya tamu menerima dan menghargai apa yang tuan rumah
miliki dan suguhkan, bahasa Indonesia.
Tujuan dari pembatalan kebijakan
wajib berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing adalah masuknya investasi asing.
Artinya, diasumsikan bahwa bahasa Indonesia merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan warga negara asing enggan berinvestasi di Indonesia. Padahal, jika
memang secara ekonomi penanaman investasi di Indonesia akan menguntungkan, para
investor akan berlomba untuk menanam modal tak peduli faktor non-ekonomis yang
menghalangi. Daripada menukar identitas bangsa dan lembaran-lembaran dollar, sebaiknya pemerintah mencari
akar permasalahan ekonomi dan alternatif lain untuk menarik investor. Selain
itu, menguasai bahasa Indonesia tentu saja tidak akan merugikan tenaga kerja
asing. Dengan menguasai bahasa Indonesia, mereka bisa mengerti lebih dalam kehidupan
sosial dan budaya masyarakat Indonesia, yang baik secara langsung maupun tidak
langsung, akan berpengaruh pada karir mereka di Indonesia. Saat ini, sudah banyak
lembaga dan pusat pelatihan bahasa Indonesia untuk penutur asing yang bisa
membantu para tenaga kerja asing menguasai bahasa Indonesia.
Kami Duta Bahasa Jawa Barat tentu saja secara
halus menolak pembatalan kebijakan tentang kewajiban tenaga kerja asing untuk
menguasai bahasa Indonesia. Kami juga mengajak para pembaca untuk sadar dan
membuka diskusi tentang pentingnya
bahasa Indoensia yang merupakan identitas bangsa.
Tentang penulis:
Ihsan
Nur Iman Faris adalah Juara ke-3 ajang Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat
2015. Saat ini, penulis bekerja sebagai instruktur bahasa Inggris di
Balai Bahasa UPI Bandung. Kepeduliannya terhadap literasi di Indonesia
ditunjukkan dengan aktivitasnya di The Bottles Indonesia di mana
anak-anak dapat belajar bahasa Inggris secara gratis dengan mengumpulkan
setidaknya lima botol plastik bekas. Selain mengajar, penulis juga
aktif dalam kegiatan sosial dan kepemudaan bersama Purnacaraka Muda
Indonesia (PCMI) Jawa Barat dan Young Southeast Asian Initiative
(YSEALI). Penulis dapat dihubungi di alamat surel:
ihsannif(at)gmail(dot)com.
Apakah kamu Duta Bahasa selanjutnya?
Segera tuangkan pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! Jangan lupa ikuti kami di Facebook, Twitter, Instagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.
Apakah kamu Duta Bahasa selanjutnya?
Segera tuangkan pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! Jangan lupa ikuti kami di Facebook, Twitter, Instagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.
"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar