Jumat, 22 Juli 2016

Tenaga Kerja Asing tidak Wajib Berbahasa Indonesia, apa Masalahnya?


Sumber

Beberapa waktu yang lalu wacana pembatalan kebijakan yang mewajibkan tenaga kerja asing untuk menguasai bahasa Indonesia bergulir. Tujuan dari pembatalan kebijakan tersebut adalah mempermudah masuknya investasi asing di tengah melemahnya perekonomian nasional. Dampak positif dari pembatalan kebijakan ini belum bisa tergambar karena survei dan penelitian mengenai pengaruh kewajiban berbahasa terhadap masuknya investasi belum banyak dilakukan. Namun, dampak negatif dari tidak diwajibkannya tenaga kerja asing untuk berbahasa Indonesia lebih nyata adanya. Sayangnya, argumen-argumen yang beredar di dunia maya tidak banyak menggarisbawahi dampak negatif dari pembatalan kebijakan kebahasaan ini. Banyak yang melihat bahwa penggunaan bahasa asing di lingkungan kerja Indonesia bukan merupakan hal yang besar. Tentu hal tersebut perlu diluruskan.
                
Tidak seperti bahasa Inggris, bahasa Indonesia belum banyak dikuasi oleh kebanyakan orang di dunia. Dari segi kepraktisan, bahasa Inggris jauh lebih mudah digunakan oleh tenaga kerja asing yang bekerja di institusi nasional. Orang-orang Indonesia yang bekerja di perusahaan pun tidak akan menemui banyak masalah jika harus berbicara bahasa Inggris karena bahasa internasional tersebut diajarkan sejak taman kanak-kanak dan penguasaannya menjadi salah satu syarat wajib untuk bekerja. Tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal tidak akan mengalami kendala komunikasi dan roda ekonomi tetap akan berputar walaupun tanpa dorongan bahasa Indonesia. Lalu di mana letak masalahnya? (Mungkin) kita merasa bisa lebih baik ketika bahasa dan bangsa asing menguasai perekonomian negeri. Namun, apakah kita mau menukar keuntungan ekonomis dengan identitas bangsa yang tercermin dalam penggunaan bahasa Indonesia? Masalah dari dibatalkan kebijakan ini terletak di hilangnya posisi tawar bahasa Indonesia baik di mata internasional maupun di mata masyarakat sendiri.  

Warga negara asing yang ingin belajar atau bekerja di negara maju seperti Jepang, Jerman, dan Perancis diwajibkan untuk mengusai bahasa nasional negara-negara tersebut. Jika tidak, mereka tidak akan mendapatkan pekerjaan dan pelayanan maksimal untuk belajar. Hal tersebut terdengar seperti penghalang untuk para warga negara asing untuk datang dan berinvestasi. Nyatanya, tenaga kerja asing yang menguasai bahasa nasional dan datang ke negara-negara tersebut masih banyak jumlahnya. Kenapa demikian? Karena selain memberikan akses pekerjaan dan pendidikan, penguasaan bahasa nasional negara-negara tersebut juga berarti akses untuk mengerti kemajuan ekonomi, sains, dan sosial-budaya negara yang bersangkutan. Bahasa nasional negera-negara tersebut punya posisi tawar dan menguntungkan jika dikuasai. Dengan demikian, dalam konteks Indonesia, ketika tenaga kerja asing tidak diwajibkan menguasai bahasa nasional, secara tidak langsung ditunjukkan bahwa penguasaan bahasa Indonesia tidak memberi banyak keuntungan. Ekonomi, sains, teknologi, sosial, dan budaya Indonesia pun dikesankan tidak perlu dipelajari oleh bangsa asing ketika bahasa yang memuat itu semua tidak wajib dipelajari. 

Selain itu, pembatalan kebijakan ini juga akan memberi masalah pada keberadaan bahasa Indonesia di masyarakat luas. Keran investasi berusaha dibuka lebar untuk memperbaiki ekonomi bangsa. Artinya diharapkan sebanyak mungkin pekerja asing datang ke Indonesia dan bekerja di sektor strategis. Pekerjaan sektor strategis itu tentu bukan hanya diperuntukan kepada tenaga kerja asing, namun juga tenaga kerja lokal. Pertanyaannya, ketika tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal berada dalam satu institusi, bahasa apa yang akan lebih sering digunakan untuk berkomunikasi? Karena tenaga kerja asing tidak bisa berbahasa Indonesia, sementara tenaga kerja lokal dapat berbahasa Inggris, kemungkinan besar bahasa Inggris akan lebih banyak digunakan. Bahasa Indonesia menjadi tamu di negeri sendiri. Kesan bahwa pekerjaan di sektor strategis hanya bisa didapat jika lebih fasih berbahasa Inggris pun akan terpapar di masyarakat, membuat bahasa Indonesia terkesan bukan bahasa untuk sukses bekerja. Oleh karena itu, tidak aneh jika banyak orang berkata “Jika ingin bekerja di perusahaan besar dan mendapatkan penghasilan yang tinggi, yang terpenting adalah bisa bahasa Inggris”. Itu semua terjadi karena kita “menghargai” tamu dengan memberi apa yang bisa mereka dapatkan daripada apa yang kita miliki. Padahal, seyogyanya tamu menerima dan menghargai apa yang tuan rumah miliki dan suguhkan, bahasa Indonesia.    

Tujuan dari pembatalan kebijakan wajib berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing adalah masuknya investasi asing. Artinya, diasumsikan bahwa bahasa Indonesia merupakan salah satu faktor yang menyebabkan warga negara asing enggan berinvestasi di Indonesia. Padahal, jika memang secara ekonomi penanaman investasi di Indonesia akan menguntungkan, para investor akan berlomba untuk menanam modal tak peduli faktor non-ekonomis yang menghalangi. Daripada menukar identitas bangsa dan lembaran-lembaran dollar, sebaiknya pemerintah mencari akar permasalahan ekonomi dan alternatif lain untuk menarik investor. Selain itu, menguasai bahasa Indonesia tentu saja tidak akan merugikan tenaga kerja asing. Dengan menguasai bahasa Indonesia, mereka bisa mengerti lebih dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia, yang baik secara langsung maupun tidak langsung, akan berpengaruh pada karir mereka di Indonesia. Saat ini, sudah banyak lembaga dan pusat pelatihan bahasa Indonesia untuk penutur asing yang bisa membantu para tenaga kerja asing menguasai bahasa Indonesia.             

Kami Duta Bahasa Jawa Barat tentu saja secara halus menolak pembatalan kebijakan tentang kewajiban tenaga kerja asing untuk menguasai bahasa Indonesia. Kami juga mengajak para pembaca untuk sadar dan membuka diskusi  tentang pentingnya bahasa Indoensia yang merupakan identitas bangsa.


Tentang penulis:
Ihsan Nur Iman Faris adalah Juara ke-3 ajang Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2015. Saat ini, penulis bekerja sebagai instruktur bahasa Inggris di Balai Bahasa UPI Bandung. Kepeduliannya terhadap literasi di Indonesia ditunjukkan dengan aktivitasnya di The Bottles Indonesia di mana anak-anak dapat belajar bahasa Inggris secara gratis dengan mengumpulkan setidaknya lima botol plastik bekas. Selain mengajar, penulis juga aktif dalam kegiatan sosial dan kepemudaan bersama Purnacaraka Muda Indonesia (PCMI) Jawa Barat dan Young Southeast Asian Initiative (YSEALI). Penulis dapat dihubungi di alamat surel: ihsannif(at)gmail(dot)com.


 


Apakah kamu Duta Bahasa selanjutnya?
Segera tuangkan pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! Jangan lupa ikuti kami di Facebook, Twitter, Instagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.

 
"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar