Rabu, 29 Juni 2016

“Berperang” Melalui Media Sosial

“Hantam!” itulah kata yang sudah pasti terlintas pada benak remaja dunia belakangan ini. Hal yang menarik yaitu ketika artis kawakan asal Indonesia, Joe Taslim memainkan salah satu peran dalam film aksi terkenal asal Amerika Serikat yaitu film “Fast & Furious 7”.  Pada film tersebut, Joe Taslim mengendarai sebuah mobil balap sambil memberikan instruksi kepada teman-temannya dengan kata hantam!. Layaknya sebuah hipnotis, ternyata melalui media film ini, kata hantam! pun tidak hanya menjadi tren di Indonesia saja, tetapi juga di seluruh dunia! Selain itu, kata hantam! pun dapat menarik masyarakat asing untuk mempelajari bahasa indonesia! Bercermin pada kasus tersebut, maka kita bisa melihat bahwa melalui media sosial seperti film pun mampu membuat eksistensi dari bahasa Indonesia diketahui oleh masyarakat dari seluruh penjuru dunia.
(www.aktual.com)
Setidaknya ada dua kontribusi yang dapat diberikan oleh media sosial terhadap bahasa Indonesia, yang pertama adalah memperkenalkan bahasa indonesia. “Tak kenal maka tak sayang”, sepertinya itulah inspirasi utama dalam misi perkenalan ini. Pastilah seluruh umat manusia perlu belajar untuk bertahan hidup, tak terkecuali mempelajari pelajaran yang berkaitan dengan kebahasaan, khususnya bahasa Indonesia. Bahasa menjadi hal yang sangat vital karena dengan bahasa, kita dapat berinteraksi dengan orang lain di berbagai belahan dunia. Namun, bagaimana mungkin seseorang belajar suatu ilmu jika dirinya saja belum mengenali betul ilmu yang akan dipelajari. Di sini, peran media sosial pun makin terlihat jelas. Di zaman yang modern ini, lazimnya masyarakat tentu memiliki gawai atau alat komunikasi lainnya, seperti televisi dan radio. Keadaan seperti ini membuat upaya mengenalkan bahasa Indonesia khususnya melalui media sosial semakin mudah dilakukan. Terlebih tampilan media sosial yang dipercantik dengan tampilan yang menarik dan kreatif, akan membuat orang tertarik dan penasaran.
Hal kedua yaitu menambah perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia. Waktu yang berjalan begitu cepat membuat hal-hal baru pun mulai banyak yang bermunculan. Salah satunya adalah bertambahnya kosakata dalam bahasa Indonesia. Di era globalisasi seperti sekarang ini, bukanlah hal yang aneh lagi jika umat manusia dapat mencari atau bahkan mengetahui banyak hal melalui media sosial. Adanya fenomena seperti ini, maka dengan otomatis kosakata pun dituntut untuk ditambah demi mencakup seluruh kata yang ada di dunia. Ini pun selalu menjadi pekerjaan rumah bagi para pakar di bidang kebahasaan. Sampai disini pun kita bisa melihat dengan jelas bahwa media sosial dapat menambah serta memperkaya kosakata di seluruh bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Contohnya pun beragam, seperti kata “unduh” untuk kata “download”, “bersiul” untuk “tweet”, “tetikus” untuk “mouse”, dan masih banyak lagi. Maka, marilah kita terus menggunakan media sosial untuk menambah serta memperkaya kosakata bahasa Indonesia.
Akhirnya, dua kontribusi yang dapat diberikan oleh media sosial terhadap eksistensi bahasa Indonesia dapat memperkuat posisi bahasa Indonesia. Walaupun banyak alat dan dan media seperti media sosial ini yang dapat membantu, tetapi tetap saja semuanya kembali lagi pada diri masing-masing. Jadi, marilah kita bergerak dengan segala kesulitan yang ada! Lagi pula, bukan memperjuangkan bahasa Indonesia tidak harus lewat perang kan? Jadi tentulah tidak sesulit itu dan semua orang pasti bisa.
Tentang Penulis:
Andy Wan Eng Sun adalah juara ke-5 Duta Bahasa Pelajar tahun 2015. Pria kelahiran 13 Agustus 1999 ini masih duduk di bangku kelas 12 Darul Hikam International School. Dia pernah menjuarai beberapa ajang kejuaraan, seperti meraih medali perak di ajang kejuaraan robotik yang diselenggarakan di Malaysia (2011), runner-up speech contest tingkat kota Bandung (2013), dan best speaker di ajang debate contest di Kabupaten Bandung Barat (2015). Selain itu, Andy juga aktif di organisasi MPK sekolahnya sebagai ketua MPK hingga sekarang.






Apakah kamu Duta Bahasa selanjutnya?
Segera tuangkan pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google DriveMediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! 


Jangan lupa ikuti kami di FacebookTwitterInstagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.

"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"


Selasa, 28 Juni 2016

Saya Malu Berbahasa Sunda


Indonesia merupakan negara yang penuh dengan ragam suku budaya dan bahasa. Menurut hasil Kongres Bahasa Indonesia IX di Jakarta, pada 28 Oktober-1 November 2008, Indonesia memiliki lebih dari 746 bahasa daerah. Sebagaimana Finochiaro menyebutkan bahwa 'language is a system of arbitrary, vocal symbols which permits all people in a given culture, or other people who have learned the system of the culture, to communicate or to interact', bisa disimpulkan bahwa bahasa merupakan bagian dari suatu budaya yang bertujuan untuk menjadi sarana komunikasi antar masyarakat dengan sistem budaya yang sama. Dari ratusan bahasa daerah yang ada, Indonesia menjadikan Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa. Namun, keadaan sudah berbanding terbalik dari sistem yang seharusnya berlaku. Bahasa daerah yang menjadi alat komunikasi dalam suatu sistem budaya di suatu daerah tidak jarang diacuhkan. Sebagai contoh, Jawa Barat yang memiliki Bahasa Sunda.

Tidak sedikit dari masyarakat Jawa Barat sendiri, khususnya para remaja, berkata bahwa Bahasa Sunda termasuk bahasa yang tidak lagi diminati. Melihat bagaimana pengaruh globalisasi yang menjadi salah satu faktor pemicu dari masalah tersebut, membuat masyarakat lebih tertarik mempelajari dan bahkan menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar. Padahal, sudah jelas bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia memakai Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu yang juga digunakan sebagai bahasa pengantar di Indonesia. Bahasa ibu sendiri diabaikan, apa jadinya dengan bahasa daerah?

Banyak orang yang tidak paham bahwa Bahasa Sunda merupakan salah satu bahasa yang cukup unik dan sempurna. Seperti adanya undak usuk basa sunda yang memberi pelajaran tentang tata krama berbahasa. Bahasa Sunda membedakan cara berbicara kepada yang lebih muda, sebaya, dan juga yang lebih tua. Jika dibedakan dengan bahasa yang lain, pasti tidak banyak bahasa yang menggunakan tata krama seperti ini.

Sebagai contoh, kata 'makan' dapat dibedakan menjadi beberapa kata dalam Bahasa Sunda, seperti dahar, nyatu, neda, tuang, dan lolodok. Semua kata itu bisa dipakai sesuai  kondisi dengan siapa kita berbicara. Ada juga kata yang tidak kalah unik, jatuh. Dalam Bahasa Inggris hanya ada kata fall, tetapi Bahasa Sunda menerapkan kata yang berbeda sesuai dengan bagaimana cara jatuh yang dialami. Seperti tijengkang, tikojot, tijalikeuh, tikusruk, dan kata-kata lain yang menggambarkan kejadian jatuh tersebut dengan lebih spesifik.

Sebagian orang menyerah dan bahkan tidak ingin mempelajari Bahasa Sunda sekonyong-konyong karena sulit dan memiliki banyak aturan, karena undak usuk basa sendiri misalnya. Ada pula yang beranggapan bahwa Bahasa Sunda sudah tidak bergengsi, kampungan, dan ketinggalan zaman.

Mereka yang berkata seperti itu tidak mengetahui keindahan apa yang ditanamkan pada Bahasa Sunda. Bahasa Sunda tidak hanya mengajarkan cara untuk berkomunikasi dengan sebangsa, tapi juga mengajarkan tata krama yang dijunjung tinggi sebagai identitas Suku Sunda. Sebagaimana bahasa yang menjadi salah satu identitas negara, bahasa juga menjadi identitas untuk memperlihatkan jati diri seseorang yang sebenarnya. Seperti apa yang dikatakan dalam peribahasa Bahasa Sunda, 'hade goreng ku basa', membuat masyarakat seharusnya berbangga dengan moral-moral yang ditanamkan dari cara kita memakai Bahasa Sunda dengan baik dan benar. Dengan keberadaan Bahasa Sunda yang memberi banyak kontribusi untuk kepekaan masyarakat terhadap moral, masihkah anda malu menggunakan Bahasa Sunda?

                                                  
 

Zulfa Nabilah Mastur adalah Duta Bahasa Pelajar Jawa Barat Tahun 2015 yang lahir pada 10 Maret 2000. Aktivitas kesehariannya tidak lain menjalani rutinitas sekolah di SMAN 1 Lembang dan aktif menulis cerpen untuk lomba dan blognya. Dari aktivitas kepenulisannya, Zulfa telah berhasil menjadi kontributor dalam beberapa antologi cerpen seperti antologi cerpen 'Dear Friend', 'Alexandria', 'Endless 25', dan lainnya.




Apakah kamu Duta Bahasa selanjutnya?
Segera tuangkan pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! 


Jangan lupa ikuti kami di FacebookTwitterInstagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.

"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"

Senin, 27 Juni 2016

Saya Orang Indonesia, Saya Harus Beraksen Indonesia! (?)




Di artikel sebelumnya, sebuah hasil penelitian sederhana terkait kemampuan orang asing memahami aksen orang Indonesia telah disajikan. Singkat kata, meskipun tidak dapat dipahami sepenuhnya, orang asing tidak mengalami kesulitan dalam menangkap ide utama dari sebuah wacana yang disajikan oleh orang Indonesia. Kemudian muncul pertanyaan: "apakah kita tidak usah mempedulikan perbedaan aksen kita?" Hal ini masih diperdebatkan. Pemikiran yang kritis dibutuhkan untuk menyikapi isu ini.

Jumat, 24 Juni 2016

Indonesia dan Literasi




www.weheartit.com
“Buku adalah jendela untuk melihat dunia”

Ungkapan di atas sudah tidak asing lagi di telinga kita. Pesan tentang pentingnya membaca dapat ditemukan di sudut sekolah, iklan layanan masyarakat, dan bahkan di mainan yang dijajakan pedagang pinggir jalan. Jika ungkapan tersebut diresapi secara mendalam, maka masyarakat Indonesia akan memiliki kemampuan literasi yang tinggi dan dunia akan ada dalam genggaman. Namun, sepertinya masih banyak orang yang belum begitu paham akan pentingnya melihat dunia melalui buku sebagai jendela pengetahuan. 
Jika literasi didefinisikan sebagai “kemampuan membaca dan menulis”, maka Indonesia bisa berbangga diri. Menurut data yang dipublikasikan UNESCO pada tahun 2011, lebih dari 92% masyarakat Indonesia memiliki kemampuan membaca dan menulis. Angka tersebut akan terus bertambah seiring meningkatnya kemudahan mengakses sumber pengetahuan dan digalakannya program pendidikan di pelosok negeri. Namun, jika mengutip Bachrudin Musthafa yang menambahkan “kemampuan berpikir kritis” pada definisi literasi, maka Indonesia memiliki banyak pekerjaan rumah. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Univeristy of Connecticut, Indonesia merupakan negara dengan tingkat literasi terendah ke-2 di dunia. Melihat hasil survei tersebut, mungkin kita bertanya-tanya, mengapa Indonesia, negara di mana 92% warga negaranya bisa membaca dan menulis, menempati peringkat terendah dalam hal literasi? 
Mungkin tingkat literasi di Indonesia dianggap rendah karena kemampuan berpikir kritis yang menjadi elemen penting literasi belum banyak dikuasai masyarakat, atau mungkin, masyarakat bisa membaca dan menulis, namun tidak gemar membaca dan menulis. Apapaun penyebabnya, masalah tingkat literasi di Indonesia perlu ditangani bersama-sama. Literasi erat kaitannya dengan banyak hal. Bahkan, bisa dibilang literasi adalah kunci memahami berbagai hal di dunia yang tertuang dalam bacaan. Jika masyarakat di sebuah negara memiliki tingkat literasi tinggi, maka negara tersebut akan memiliki reprositori besar dan beragam opsi untuk menangani masalah dalam berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, dan sosial-budaya. Namun, agar literasi berpengaruh terhadap kemajuan sebuah negara, tingkat literasi yang tinggi harus dimiliki oleh berbagai lapisan masyarakat. Jika tingkat literasi tinggi hanya dimiliki oleh segelintir orang, maka akan terjadi masalah seperti ketimpangan antara kebijakan dan penerapannya. 
Hal itulah yang tampaknya sedang terjadi di Indonesia. Tidak sedikit orang Indonesia yang literat dan mampu menciptakan peraturan yang bermanfaat, namun banyak masyarakat yang belum bisa membaca dan memahami manfaat penerapan peraturan yang dibuat. Ambil saja contoh penerapan kebijakan penanganan kemacetan, penertiban pedagang kaki lima, dan pengendalian sampah. Pelanggaran seperti memasuki jalur khusus bus TransJakarta, berjualan di zona bebas PKL dan membuang sampah sembarangan, cenderung terjadi karena pelaku pelanggaran tidak memahami masalah sistemik yang timbul dari tindakan ‘kecil’ yang mereka lakukan. Pemahaman dan pemikiran jauh ke depan yang menciptakan masyarakat tertib dan sadar peraturan dapat diperoleh jika kegiatan literasi seperti membaca sudah membudaya. 

Ada berbagai cara yang bisa digunakan untuk menumbuhkan budaya literasi di masyarakat. Salah satunya adalah pemberian akses terhadap sumber informasi seperti buku dan internet. Solusi yang biasanya diterapkan oleh organisasi sosial dan kepemudaan ini biasanya ditujukan untuk membantu masyarakat menengah ke bawah yang memiliki kesulitan mengakses sumber informasi. Hal ini tentu akan membantu peningkatan literasi masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa masalah literasi terjadi bukan hanya karena ketiadaan sumber informasi. Masyarakat kota yang cenderung memiliki kemudahan akses sumber informasi pun masih banyak yang mengalami masalah literasi. Oleh karena itu, gerakan peningkatan literasi harus ditujukkan untuk semua kalangan. Solusi yang bisa diterapkan untuk semua kalangan salah satunya adalah pemberian apresiasi dan penghargaan bagi mereka yang gemar membaca. 
Literasi bukanlah sekedar kemampuan membaca dan menulis. Masyarakat yang literat adalah mereka yang mampu memahami sebuah permasalahan secara kritis dan mendalam. Perjalanan Indonesia untuk menjadi bangsa yang maju dan literat masih panjang jika melihat hasil survei tingkat literasi negara-negara di dunia. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan budaya literasi perlu terus digalakan. Kegiatan tersebut harus ditujukkan untuk semua lapisan masyarakat. Tingkat literasi yang tinggi hanya akan berpengaruh jika semua elemen masyarakat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.






Tentang penulis:
Ihsan Nur Iman Faris adalah Juara ke-3 ajang Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2015. Saat ini, penulis bekerja sebagai instruktur bahasa Inggris di Balai Bahasa UPI Bandung. Kepeduliannya terhadap literasi di Indonesia ditunjukkan dengan aktivitasnya di The Bottles Indonesia di mana anak-anak dapat belajar bahasa Inggris secara gratis dengan mengumpulkan setidaknya lima botol plastik bekas. Selain mengajar, penulis juga aktif dalam kegiatan sosial dan kepemudaan bersama Purnacaraka Muda Indonesia (PCMI) Jawa Barat dan Young Southeast Asian Initiative (YSEALI). Penulis dapat dihubungi di alamat surel: ihsannif(at)gmail(dot)com.


 


Apakah kamu Duta Bahasa selanjutnya?
Segera tuangkan pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! Jangan lupa ikuti kami di Facebook, Twitter, Instagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.

 
"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"

Kecanggihan Bahasa Lisan



http://www.ai-ada.com/

Teknologi komunikasi sudah merambah ke seluruh lapisan masyarakat. Teknologi komunikasi, dengan kecanggihannya, tidak pernah pandang bulu. Tidak peduli usia, profesi, agama, ras, suku dan dari mana penggunannya berasal.

Oke. Kalimat-kalimat di atas terkesan sangat serius. Begini, siapa orang yang tak kenal dengan smartphone atau gawai canggih jenis lainnya? Nenek saya pun bisa menggunakan gawai yang canggih. Adik seorang kawan malah sudah bisa pencet-pencet dan memutar musik di gawai miliknya, meskipun dia baru berusia 2 tahun. Hebat, canggih! Apalagi orang dewasa, kan? Suatu ketika di kereta, seorang kawan pernah bercerita, orang-orang hanya sibuk dengan gawainya masing-masing. Mungkin sedang chatting dengan kawannya, pacarnya, atau sedang berada di suatu forum di dunia maya. Teman saya kemudian bertanya, bagaimana jika smartphone tidak ada? Kira-kira apa yang akan mereka lakukan?

Saya menjawab, ya, mungkin mereka akan berbincang, mengobrol, bercengkrama, saling berkenalan, atau diam. Dan akhirnya, tidak terjadi. Yang menarik kenapa mereka tidak mengobrol? Tidak bercengkrama, berbincang? Mungkin mereka sendiri yang bisa menjawabnya. Tapi bukan itu yang akan kita bahas. Ini akan menyangkut kecanggihan dan berbicara. Saya akan membahas tentang canggihnya bahasa seperti teknologi.

Apakah bahasa keluar begitu saja dan asal-asalan? Tentu tidak. Mereka punya motif sesuai dengan fungsi kecanggihannya. Bagaimana dengan ini: seorang pria akan menyatakan cinta pada seorang perempuan. Setelah mengalami pendekatan, suatu ketika dia akan mengatakan seluruh cintanya secara langsung. Dengan perasaan malu-malu, mental yang disiapkan, bunga yang disembunyikan di balik punggungnya, lalu dia mengatakan—kita hentikan dulu adegannya. Apakah kata-kata yang akan keluar nanti adalah asal-asalan? Jika yang keluar dari lelaki itu kata-kata: berdiri di punggung ibumu, aspal panas semakin jelek kualitasnya. Adegan itu akan kacau!

Jadi kata-kata yang diucapkan mulutnya benar-benar mengalami pengolahan yang serius. Dengan begitu, kata-kata yang keluar adalah “aku cinta kamu, maukah kau menikah denganku?” Dan itu sesuai dengan perasaan yang dialaminya.

Kemudian sang wanita akan menerima rangsangan di pendengarannya lalu diteruskan ke otak dan di proses. Jika hanya informasi yang tak perlu tanggapan makan informasi itu akan disimpan di memori. Namun, pertanyaan dari sang lelaki perlu respon atau jawaban. Maka, otaknya akan memahami sesuatu dan lalu menjawab pertanyaan tadi: “ya” atau “tidak”. Atau saat seseorang tertusuk kulitnya. Impuls itu akan dialirkan ke otak sebagai rasa sakit dan diteruskan ke bagian neurolinguistik dan diproses. Lalu tiba-tiba kita akan mengatakan: “Aw, sakit!”, sesuai dengan perasaannya.

Berikut adalah beberapa kecanggihan bahasa lisan:


1. Mempengaruhi

Bahasa yang kita ucapkan bisa mempengaruhi orang lain. Para pesulap atau mentalis menggunakan bahasa sebagai senjata utama dalam mempengaruhi orang lain. Kata orang, ini yang menyebabkan sulap bukanlah sihir. Ini adalah salah satu trik dalam mempengaruhi orang lain agar bisa bekerja sama sesuai dengan kebutuhan orang yang menyugesti. Dalam kegiatan sehari-hari, banyak sekali contoh bahwa orang memberikan sugesti kepada orang lain. Contohnya adalah berita-berita di media massa akhir-akhir ini yang saling mempengaruhi masyarakat.

2. Perhatian

Sering kali kita menyebabkan orang lain terharu dengan kata-kata kita. Misalkan, seseorang terkena musibah lalu kita memberikan perhatian lalu orang itu sekonyong-konyong terharu. Ini bahasa begitu sangat simpatik. Kita menggunakan bahasa dengan cara yang baik sekali.
 Atau anak muda zaman sekarang sering mengatakan hal-hal yang merupakan perhatian kepada pasangannya. Itu sebagai bentuk kasih sayang.

3. Berperasaan

Bahasa penuh dengan emosi. Bagaimana tidak, bahasa sendiri disentuh oleh perasaan sebelum dikeluarkan dari mulut. Kecanggihan bahasa yang satu ini sangat mempengaruhi nada atau intonasi keluarnya bahasa dari mulut kita. Orang yang marah akan berbeda nadanya dengan orang yang sedang bersedih. Seharusnya hal ini bisa menunjukkan mana yang jujur atau yang tidak jujur. Atau kadang-kadang hanya menjadi pemuas nafsu kalangan orang-orang yang sensitif.

4. Bentuk nyata kata-kata

Kadang orang tidak merasakan bahwa dirinya berbahasa setiap harinya. Jika dipercaya bahwa sistem bahasa itu ada di otak, maka ada dua cara untuk menyatakannya: tulisan atau lisan. Lisan menjadi salah satu bentuk nyatanya. Tanpa adanya bentuk nyata bahasa, maka bahasa hanya menjadi pola pikir (langue).

5. Fiktif

Bahasa lisan kadang bersifat fiktif atau khayalan. Khayalan yang dimaksud adalah orang bisa membayangkan adegan-adegan atau penggambaran yang dilakukan oleh seorang pencerita. Tak heran, mendongeng, dahulu kala sangat disenangi oleh anak-anak yang memang sering berimajinasi.

Dari beberapa kecanggihan bahasa lisan di atas adalah sedikit contoh yang terjadi di sekitar tentang penggunaan bahasa lisan yang sering kali luput dari kesadaran pemakainya langsung.Beberapa penjelasan di atas mengaitkan antara bahasa dan kecanggihan-kecanggihan yang dimilikinya. Dan contoh kasus yang disajikan akhirnya meyakinkan bahwa memang bahasa diproduksi bukan asal-asalan dan sesuai dengan tujuannya masing-masing. Apakah kita sadar, bahwa dengan ini, bahasa adalah salah satu teknologi komunikasi canggih yang diproduksi manusia?

Nenek saya pun bisa menggunakan kecanggihan bahasa di atas, juga adik teman saya yang masih berusia dua tahun.*** 
 
Tentang penulis: 
Achmad Dayari adalah seorang duta bahasa lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pakuan Bogor. Saat ini, pria yang aktif berkesenian di Buitenzorg Actor Syndicate ini sedang menempuh jenjang S2 jurusan Pekajian Seni di ISBI Bandung. Dia juga menjabat sebagai ketua Komisi Teater Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kota Bogor.

Apakah kamu Duta Bahasa selanjutnya?

Segera tuangkan pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! Jangan lupa ikuti kami di Facebook, Twitter, Instagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.



"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"

Rabu, 22 Juni 2016

Bagaimana Kosakata Baru dalam Bahasa Indonesia Dibentuk?


http://www.merdeka.com
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia tentu sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Kita semua sudah dipastikan mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pernahkah terbesit dalam benak kita bagaimana sebuah kosakata dalam bahasa Indonesia terbentuk? Ternyata pengistilahan dalam suatu bahasa tentu tidak muncul begitu saja loh!
 
Asal muasal sebuah kata bahkan dikaji secara serius dalam cabang ilmu etimologi. Nah etimologi itu apa sih? Istilah etimologi sendiri berasal dari bahasa Yunani (etymos=kata dan logos=ilmu), yang dapat diartikan sebagai penyelidikan asal-usul kata, serta perubahan bentuk dan maknanya.
 
Tahukah kalian bahwa sesungguhnya tidak ada satu bahasa pun di dunia yang memiliki kosakata yang lengkap. Bahkan Bahasa Inggris yang merupakan bahasa internasional pun, misalnya, pernah menyerap istilah dari bahasa-bahasa lain seperti Yunani, Latin, Prancis, dan bahasa lainnya loh. Begitupun dengan bahasa Indonesia, pengistilahannya diambil dari berbagai sumber, yakni:
(1) bahasa Indonesia, termasuk unsur serapannya, dan bahasa Melayu,
(2) bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk bahasa Jawa kuno, dan
(3) bahasa asing.
 
Bagaimana mendapatkan padanan untuk istilah Indonesia? Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia dilakukan melalui beberapa teknik, yaitu: penerjemahan, penyerapan, atau gabungan keduanya.
 
Penerjemahan 
Istilah Indonesia dapat dibentuk lewat penerjemahan, baik melalui teknik penerjemahan langsung maupun penerjemahan dengan perekaan. Beberapa keuntungan dari teknik ini selain memperkaya kosakata Indonesia dengan sinonim, istilah terjemahan juga meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia.
 
Contoh:

Supermarket dari bahasa Inggris yang diterjemahkan menjadi ‘pasar swalayan’ dalam bahasa Indonesia,
 
Download dari bahasa Inggris yang diterjemahkan menjadi ‘unduh’ (direka dari bahasa Jawa yang berarti mengambil),
 
Penyerapan
Dengan menggunakan teknik ini, pembentukan istilah bahasa Indonesia dilakukan berdasarkan hal-hal berikut.

1. Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan bahasa asing dan bahasa Indonesia secara timbal balik mengingat keperluan masa depan.

2. Istilah yang akan diserap mempermudah pemahaman teks asing oleh pembaca Indonesia karena dikenal terlebih dahulu.

3. Istilah yang akan diserap lebih ringkas jika dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya.

4. Istilah yang akan diserap mempermudah kesepakatan antar pakar jika padanan terjemahannya terlalu banyak sinonimnya.

5. Istilah yang akan diserap lebih cocok dan lebih tepat karena tidak mengandung konotasi buruk.

Contoh:

a) Camera dari bahasa Inggris yang diserap sebagai ‘kamera’ dalam bahasa Indonesia,
b) Bobotoh, yang diserap dari bahasa Sunda dan berarti ‘pendukung’.


Oleh karena itu, terjawablah sudah pertanyaan bagaimana kosakata dalam bahasa Indonesia terbentuk. Mempelajari bahasa itu tidak sulit bahkan menyenangkan, bukan?

Semoga bahasan tersebut bisa bermanfaat sekaligus membantu teman-teman yang ingin lebih mengenal bahasa menjadi paham bahwa bahasa kita, bahasa Indonesia, memiliki banyak keunikan yang sangat seru untuk dibahas. Jadilah generasi yang senantiasa mengharumkan bangsa melalui bahasa.


Sesuai dengan jargonnya Duta Bahasa, Berbudaya Literasi, Membangun Bangsa!

Senin, 20 Juni 2016

Saya Malu Dengan Aksen Indonesia Saya




http://jslhr.pubs.asha.org/

Aksen orang Amerika dan aksen orang Inggris adalah dua istilah yang sudah lumrah didengar. Kedua aksen ini bahkan bisa jadi merupakan target seseorang dalam mempelajari bahasa Inggris. Sayangnya, kedua aksen ini sangat sulit untuk dipelajari. 



Rekaman diatas adalah hasil rekaman dari 10 orang Indonesia yang diminta membaca sebuah teks seolah sedang memberikan sebuah presentasi. Berdasarkan hasil rekaman tersebut, jelas terdengar bahwa ada banyak kata yang tidak diucapkan sebagaimana mestinya dan intonasi yang terdengar tidak sama dengan intonasi para penutur asli. Beberapa pertanyaan kemudian muncul: 

"Menurut orang asing, apakah ‘aksen orang Indonesia’ sulit dipahami?"

Karena Kami Peduli



Sigar, Gisha, Fatya, dan Tufana dalam acara Parenting Islami Inklusi dan Sanlat Ramadhan Penyandang Disabilitas 2016 (17 Juni 2016)

" Keterbatasan fisik tidak bisa membatasi manusia untuk bersosialisasi, berusaha, dan berkarya untuk menjadi manusia yang lebih baik."
  
Menjadi manusia yang sempurna adalah idaman bagi semua oran. Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan gelar 'sempurna' dalam berbagai hal. Namun apalah daya, setiap orang pasti memiliki kekurangan, hanya kita sendiri yang bisa menutupi kekurangan tersebut dan membuatnya seakan sempurna. Tetapi, apa yang akan anda lakukan apabila sebuah kekurangan itu tidak dapat ditutupi? Ya, kekurangan pada fisik dan mental tidak dapat ditutup oleh hal yang serupa. Orang itu hanya bisa menutupinya dengan semangat hidup dan membuat seolah dia tidak memiliki keterbatasan. Cukup sulit memang karena hanya mereka yang merasa demikian, sedangkan orang lain masih menganggap hal itu ada.

Rumah Autis menyelenggarakan kegiatan Parenting Islami dan Pesantren Kilat khusus untuk saudara kita penyandang disabiltas. Melalui Mas Nursasongko, Duta Bahasa Jawa Barat diundang untuk mendampingi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada kegiatan tersebut.  Selain tim dari Duta Bahasa Jawa Barat, tim Mojang Jajaka Jawa Barat dan duta lainnya ikut andil dalam pendampingan selama kegiatan sosial berlangsung.

Para pendamping dituntut untuk berinteraksi dengan semua anak-anak luar biasa yang mengikuti agenda dan mendampingi mereka selama kegiatan berlangsung.

Tufana MJ, Dubas Pelajar, sedang bermain dengan salah seorang anak 
"Inti dari berinteraksi adalah berkomunikasi, maka sanlat ini adalah salah satu cara abdi sosial kami sebagai duta bahasa untuk menggunakan segenap kemampuan kami untuk berinteraksi dan mungkin membantu pada hal yang bisa kami bantu." ujar Tufana, Juara Duta Bahasa Pelajar Jawa Barat 2015.
Kegiatan ini merupakan kegiatan sosial yang sangat berguna bagi kedua belah pihak karena anak mendapatkan banyak pengalaman dan motivasi untuk menyalakan semangat mereka dari para pendamping. Di sisi lain, para pendamping juga mendapat pelajaran yang jauh lebih banyak tentang arti kehidupan dan cara untuk bersyukur karena dapat melakukan hal yang belum tentu orang lain dapat lakukan.

Fatya, Duta Bahasa Jawa Barat 2015, dan Fiesta (14 tahun)
 

"Bahasa tak sebatas lisan dan tulisan. Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang tak terbatas media, seperti halnya empati yang menjadi bahasa yang berkomunikasi melalui hat, seperti gerakan tangan sebagai bahasa untuk berkomunikasi dengan mereka yang tak bisa berbahasa secara lisan, dsb. Sederhananya bahasa itu luas tak terbatas." ujar Fatya Razak, setelah diwawancarai.

Gisha, Rony, Wulan, dan Tufana

Bahasa sangat penting bagi mereka yang sulit berinteraksi dengan banyak orang karena keterbatasan ini karena bahasa tak hanya lisan, bahasa tak terbatas, dan media tak dapat mengebumikan bahasa.

Apakah kamu Duta Bahasa selanjutnya?
Segera tuangkan pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! Jangan lupa ikuti kami di Facebook, Twitter, Instagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar. 
"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"

Sabtu, 18 Juni 2016

Profil Juara : Achmad Ridwan F




“Dua hal di dunia ini yang akan mengubah hidup seseorang, yaitu orang-orang disekitarnya, dan buku yang ia baca.”

Achmad Ridwan F, Juara 1 Duta Bahasa Jawa Barat 2015 dan juga Juara 1 Duta Bahasa Nasional 2015 merupakan salah satu generasi muda Indonesia yang fokus akan perkembangan budaya literasi masyarakat Indonesia.

Mahasiswa S1 program studi Administrasi Bisnis Universitas Padjadjaran ini menjelaskan, bahwa pada dasarnya perkembangan globalisasi dan masuknya budaya asing menyebabkan turunnya minat para pemuda Indonesia terhadap membaca dan menulis. Padahal, dengan membaca dan menulis, maka kita akan lebih mudah dalan mendapatkan informasi dan menambah wawasan.

Jajaka Pinilih 2 MOKA Kabupaten Bandung 2014 ini juga sedikit berbagi cerita tentang kenangannya semasa mengikuti seleksi pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2015. Ia menjelaskan, bahwa pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat tidak hanya terfokus kepada aspek fisik saja, melainkan mengutamakan kecerdasan dan keahlian yang dimiliki oleh peserta. Selain itu, pemilik moto hidup “Totalitas tanpa batas” yang lahir pada 1 September 1994 ini juga memberikan tips dalam mengahadapi tes UKBI dan proses penjurian lainnya. Ia menjelaskan bahwa sebaiknya kita mencari tahu terlebih dulu mengenai sistem tes UKBI. Setelah tahu dan mengerti, maka berlatihlah. Kemudian, kita juga harus rajin membaca dan mencari informasi mengenai isu-isu kebahasaan.

Ada banyak manfaat yang dapat kita rasakan dengan mengikuti pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat. Bagi Ridwan, selain menambah pengalaman, Duta Bahasa Jawa Barat juga merupakan pintu gerbang untuk mencapai kesusksesan-kesuksesan yang lain. 

Oleh karena itu, mari bergabung dengan keluarga besar Duta Bahasa Jawa Barat dengan mengikuti Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dengan membaca persyaratannya di sini serta mengunduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! 

Jangan lupa ikuti kami di FacebookTwitterInstagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.

"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"

Profil Juara : Kemala Wijayanti




“Saya menyukai budaya dan Saya merasa bahwa Saya perlu ikut serta mengembangkan bahasa, sebab bahasa adalah bagian dari budaya.”

Begitulah moto dari Kemala Wijayanti, wanita kelahiran Bandung, 22 September 1991 yang merupakan Juara 1 Duta Bahasa Jawa Barat 2015. Selain itu, Kemala juga merupakan Juara 1 Duta Bahasa Nasional 2015. Kemala saat ini tengah menempuh studi S2 Teknik Geologi di  Universitas Padjadjaran. Sebelumnya, Ia telah menamatkan S1 nya pada program studi dan universitas yang sama.

Sebagai Juara Duta Bahasa Jawa Barat 2015, Kemala megaku senang karena diberi kesempatan untuk mendapatkan banyak sekali ilmu. Selain itu, tentunya Kemala merasa bangga, sebab dapat membuktikan bahwa Ia adalah salah satu generasi muda Indonesia yang turut berkontribusi secara nyata dalam upaya pengembangan bahasa.


Duta Earth Hour Kota Bandung 2016 ini juga sedikit memberikan tips dalam mengahadapi tes UKBI, Uji Kemahiran Barbahasa Indonesia, bagi generasi muda lainnya yang akan mengikuti Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016, yaitu cobalah untuk lebih santai dalam mengerjakan soal-soal, percaya pada kemampuan diri sendiri, serta jangan pernah menyepelekan hal apapun dalam tes tersebut, dan yang paling penting adalah jujur!

Sebagai seorang Duta Bahasa, wanita cantik yang hobi menari tradisional ini juga menyoroti budaya literasi Indonesia. Menurutnya, budaya literasi Indonesia masih rendah dan belum berkembang. Masih banyak pula masyarakat yang tidak fasih dalam membaca dan menulis. Padahal menurutnya, budaya literasi dapat meningkatkan kualitas bangsa, sebab melalui literasi, penyebaran informasi, ilmu, dan teknologi dapat berkembang pesat.

Menjadi Duta Bahasa adalah sebuah kehormatan dan tanggung jawab. Dengan mengikuti Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat, maka kita membuktikan bahwa kita dapat berkontribusi dalan upaya pengembangan bahasa. Selain itu, kita dapat memahami penggunaan bahasa Indonesia,  bahasa daerah, dan bahasa asing secara berimbang. Maka dari itu, ayo ikuti pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016! 

Apakah kamu Duta Bahasa selanjutnya?
Segera tuangkan pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! 

Jangan lupa ikuti kami di FacebookTwitterInstagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.

"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"

Kamis, 16 Juni 2016

Profil Juara: Angga Dwi Putra





Tahun 2009 bisa jadi tahun keberuntungan bagi sosok Angga Dwi Putra. Pasalnya, di tahun tersebut ia terpilih menjadi juara pertama pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat bersama dengan Farida. Masih di tahun yang sama, ia kemudian mewakili Jawa Barat ke tingkat Nasional dan berhasil meraih juara kedua pemilihan Duta Bahasa Nasional.


Dari prestasi yang sangat membanggakan tersebut, terdapat hal menarik selama perjalanannya meraih gelar sang juara. Angga, begitu sapaan akrabnya, ternyata pada awalnya hanya sekadar iseng untuk mengikuti pemilihan ini. “Saya mengikuti pemilihan Duta Bahasa awalnya karena iseng saja untuk mengisi waktu luang semasa kuliah. Namun, ternyata saya lolos tes UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia) dan masuk ke tahap karantina.” Ujar pria kelahiran Semarang, 29 tahun silam ini.

Pada tahap inilah paradigmanya mulai berubah mengenai pemilihan Duta Bahasa. Awalnya yang hanya sekadar iseng, kini mulai berubah menjadi rasa cinta dan peduli terhadap bahasa, terutama bahasa Indonesia. “Duta Bahasa telah mengubah hidup saya. Banyak hal baru yang saya temukan disini, mulai dari pengalaman, ilmu, keluarga, sampai dengan jodoh.”

Sudah 7 tahun berlalu semenjak pemilihan Duta Bahasa 2009. Dan pada tahun ini akan kembali diadakan pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 yang mengangkat isu tentang literasi. Dalam hal ini pula, dia menyampaikan pandangannya terhadap isu tersebut “Di Tahun 2012 Indonesia masih berada pada peringkat kedua terburuk dalam hal literasi. Untuk itulah, kita sebagai generasi muda harus ikut membantu memperbaiki masalah tersebut.”

Dia juga menyampaikan bahwa Duta Bahasa bukan hanya sebuah kontes atau ajang pemilihan semata, tetapi seorang Duta Bahasa harus mampu memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat dengan menularkan semangat cinta kebahasaan serta dapat menghasilkan sebuah karya yang dapat mencerdaskan bangsa.

Angga yang saat ini menjabat sebagai seorang pembawa acara sekaligus Produser CNN Indonesia juga tidak segan-segan untuk memberikan tips kepada para calon Duta Bahasa. Menurutnya, pada saat melaksanakan tes UKBI harus dilakukan secara teliti dan jangan tergesa-gesa, sedangkan pada saat proses penjurian, kunci utamanya adalah ketenangan dan rasa percaya diri. Dan yang paling penting adalah harus menjaga niat. “Niatnya harus dijaga, jangan berorientasi menjadi juara melainkan berusaha menjadi yang terbaik sesuai kapasitas diri tanpa harus menjadi orang lain.” Begitu pungkasnya. (RF)
.
Apakah kamu Duta Bahasa selanjutnya?
Segera tuangkan pemikiranmu kedalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Baca persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared.


Jangan lupa ikuti kami di FacebookTwitterInstagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.

"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"