(Vicky Taniadi)
Dulu, seperti kebakaran jenggot rasanya jika kita mendadak lupa bentuk irregular verb (kata kerja tak beraturan) atau penggunaan suatu tense ketika ujian Bahasa Inggris. Akan tetapi, jika kita lirik pengalaman ujian Bahasa Indonesia saat di bangku sekolah tentu rasanya tidak seklimaks mempelajari bahasa asing bukan? Mengapa seringkali kita memberikan perlakuan yang berbeda? Padahal Bahasa Indonesia pun memiliki aturan yang rasanya perlu diketahui dan dilaksanakan dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulis. Pasti kita mengetahui bahwa Bahasa Indonesia harus digunakan dengan baik dan benar, namun rasanya tak jarang kita menomorduakan penerapan ‘benar’ yang dimaksud. Konteks benar dalam penggunaan Bahasa Indonesia tentu tidak lepas dari aturan atau ketentuan penggunaannya seperti yang tercantum dalam EYD alias Ejaan Yang Disempurnakan.
Dulu, seperti kebakaran jenggot rasanya jika kita mendadak lupa bentuk irregular verb (kata kerja tak beraturan) atau penggunaan suatu tense ketika ujian Bahasa Inggris. Akan tetapi, jika kita lirik pengalaman ujian Bahasa Indonesia saat di bangku sekolah tentu rasanya tidak seklimaks mempelajari bahasa asing bukan? Mengapa seringkali kita memberikan perlakuan yang berbeda? Padahal Bahasa Indonesia pun memiliki aturan yang rasanya perlu diketahui dan dilaksanakan dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulis. Pasti kita mengetahui bahwa Bahasa Indonesia harus digunakan dengan baik dan benar, namun rasanya tak jarang kita menomorduakan penerapan ‘benar’ yang dimaksud. Konteks benar dalam penggunaan Bahasa Indonesia tentu tidak lepas dari aturan atau ketentuan penggunaannya seperti yang tercantum dalam EYD alias Ejaan Yang Disempurnakan.
Yap! Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) memang menjadi pedoman untuk mengukur benar tidaknya
penggunaan Bahasa Indonesia, tapi kini EYD tersebut sudah tidak diberlakukan
lagi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Anies Baswedan telah melarang penggunaan EYD melalui
pencabutan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 46 tahun 2009 yang
mengatur tentang pedoman umum ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Eits, jangan salah paham dulu. EYD
memang sudah tidak diberlakukan karena kini kita memiliki aturan yang sudah
lebih disempurnakan yakni Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Adanya transformasi EYD
menjadi EBI ini ditandai dengan berlakunya Permendikbud No. 50 Tahun 2015
Tentang PUEBI sejak 30 November 2015 lalu. Apakah yang dimaksud PUEBI?
Sama halnya dengan EYD, aturan EBI tersurat dalam suatu pedoman umum yang kemudian kini disebut PUEBI (Pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia). PUEBI berisikan empat hal yakni pemakaian huruf, penggunaan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Meskipun masih mengatur hal yang sama, akan tetapi terdapat beberapa perbedaan dan pembaharuan. Hal tersebut menunjukan bahwa Bahasa Indonesia sebagai salah satu unsur budaya Indonesia terus mengalami penyempurnaan dan terus berkembang. Beberapa perubahan dan contoh perubahan tersebut antara lain sebagai berikut.
Pemakaian huruf
1. Munculnya diftong (vokal rangkap) ei melengkapi
ai, au, dan oi yang sudah lebih awal muncul. Penggunaannya terdapat pada contoh
kata geiser dan survei (bukan geyser dan survey).
2. Penulisan
gelar lokal atau julukan kini diperjelas dalam EBI seperti penggunaan kata
daeng dan datuk ditulis Dg. Dan Dt.
Penggunan
kata
1. Penghilangan
"Kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung
apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali
dengan huruf kapital." Contoh penulisan kata kepunyaan seperti –nya jika
digabungkan dengan singkatan KTP, maka akan menjadi KTPnya, bukan KTP-nya.
2. Penambahan klausul "bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf", misalnya "Kelapadua" bukan “Kelapa 2”
2. Penambahan klausul "bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf", misalnya "Kelapadua" bukan “Kelapa 2”
Penggunaan
tanda baca
1. Penambahan "judul lagu, film,
sinetron" sebagai judul yang diapit dengan tanda petik. Tanda petik dipakai untuk
mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab buku yang
dipakai dalam kalimat.
2. Tanda
kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang keberadaannya di dalam teks
dapat dimunculkan atau dihilangkan. Sebagai contoh : “Pesepak bola kenamaan itu
berasal dari (Kota) Padang.”
Penulisan
unsur serapan
Bagian ini adalah yang paling sedikit mendapatkan perubahan karena hanya berupa penambahan dan pendetailan banyak unsur serapan bahasa Arab (berikut huruf Arabnya), misalnya "i" huruf Arab.
Bagian ini adalah yang paling sedikit mendapatkan perubahan karena hanya berupa penambahan dan pendetailan banyak unsur serapan bahasa Arab (berikut huruf Arabnya), misalnya "i" huruf Arab.
Ternyata banyak ejaan-ejaan baru
dalam aturan EBI yang perlu diperhatikan meski tidak terlalu mendasar namun tetap
harus dilakukan sebagai bentuk pemartabatan bahasa Indonesia, ya! Jangan sampai ketidaktahuan kita
melunturkan semangat nasionalisme dari isi ketiga Sumpah Pemuda untuk menjunjung
tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Memang, media saat ini kurang
terfokus pada pemberitaan mengenai bahasa, akan tetapi tidak menjadi alasan
untuk kita dapat terus belajar Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, ya!
Salam Santun Berbahasa, Berbudaya
Literasi, Membangun Bahasa! (Tan)
Catatan :
Untuk naskah lengkap PUEBI dapat diunduh di
bit.ly/PUEBI_
Apakah kamu Duta Bahasa
selanjutnya?
Segera tuangkan
pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah
Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan
virus-virus kebahasaan!
"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar