http://www.ai-ada.com/ |
Teknologi komunikasi sudah merambah ke seluruh lapisan masyarakat. Teknologi komunikasi, dengan kecanggihannya, tidak pernah pandang bulu. Tidak peduli usia, profesi, agama, ras, suku dan dari mana penggunannya berasal.
Oke. Kalimat-kalimat di atas terkesan sangat serius. Begini, siapa orang yang tak kenal dengan smartphone atau gawai canggih jenis lainnya? Nenek saya pun bisa menggunakan gawai yang canggih. Adik seorang kawan malah sudah bisa pencet-pencet dan memutar musik di gawai miliknya, meskipun dia baru berusia 2 tahun. Hebat, canggih! Apalagi orang dewasa, kan? Suatu ketika di kereta, seorang kawan pernah bercerita, orang-orang hanya sibuk dengan gawainya masing-masing. Mungkin sedang chatting dengan kawannya, pacarnya, atau sedang berada di suatu forum di dunia maya. Teman saya kemudian bertanya, bagaimana jika smartphone tidak ada? Kira-kira apa yang akan mereka lakukan?
Saya menjawab, ya, mungkin mereka akan berbincang, mengobrol, bercengkrama, saling berkenalan, atau diam. Dan akhirnya, tidak terjadi. Yang menarik kenapa mereka tidak mengobrol? Tidak bercengkrama, berbincang? Mungkin mereka sendiri yang bisa menjawabnya. Tapi bukan itu yang akan kita bahas. Ini akan menyangkut kecanggihan dan berbicara. Saya akan membahas tentang canggihnya bahasa seperti teknologi.
Apakah bahasa keluar begitu saja dan asal-asalan? Tentu tidak. Mereka punya motif sesuai dengan fungsi kecanggihannya. Bagaimana dengan ini: seorang pria akan menyatakan cinta pada seorang perempuan. Setelah mengalami pendekatan, suatu ketika dia akan mengatakan seluruh cintanya secara langsung. Dengan perasaan malu-malu, mental yang disiapkan, bunga yang disembunyikan di balik punggungnya, lalu dia mengatakan—kita hentikan dulu adegannya. Apakah kata-kata yang akan keluar nanti adalah asal-asalan? Jika yang keluar dari lelaki itu kata-kata: berdiri di punggung ibumu, aspal panas semakin jelek kualitasnya. Adegan itu akan kacau!
Jadi kata-kata yang diucapkan mulutnya benar-benar mengalami pengolahan yang serius. Dengan begitu, kata-kata yang keluar adalah “aku cinta kamu, maukah kau menikah denganku?” Dan itu sesuai dengan perasaan yang dialaminya.
Kemudian sang wanita akan menerima rangsangan di pendengarannya lalu diteruskan ke otak dan di proses. Jika hanya informasi yang tak perlu tanggapan makan informasi itu akan disimpan di memori. Namun, pertanyaan dari sang lelaki perlu respon atau jawaban. Maka, otaknya akan memahami sesuatu dan lalu menjawab pertanyaan tadi: “ya” atau “tidak”. Atau saat seseorang tertusuk kulitnya. Impuls itu akan dialirkan ke otak sebagai rasa sakit dan diteruskan ke bagian neurolinguistik dan diproses. Lalu tiba-tiba kita akan mengatakan: “Aw, sakit!”, sesuai dengan perasaannya.
Berikut adalah beberapa kecanggihan bahasa lisan:
1. Mempengaruhi
Bahasa yang kita ucapkan bisa mempengaruhi orang lain. Para pesulap atau mentalis menggunakan bahasa sebagai senjata utama dalam mempengaruhi orang lain. Kata orang, ini yang menyebabkan sulap bukanlah sihir. Ini adalah salah satu trik dalam mempengaruhi orang lain agar bisa bekerja sama sesuai dengan kebutuhan orang yang menyugesti. Dalam kegiatan sehari-hari, banyak sekali contoh bahwa orang memberikan sugesti kepada orang lain. Contohnya adalah berita-berita di media massa akhir-akhir ini yang saling mempengaruhi masyarakat.
2. Perhatian
Sering kali kita menyebabkan orang lain terharu dengan kata-kata kita. Misalkan, seseorang terkena musibah lalu kita memberikan perhatian lalu orang itu sekonyong-konyong terharu. Ini bahasa begitu sangat simpatik. Kita menggunakan bahasa dengan cara yang baik sekali.
Atau anak muda zaman sekarang sering mengatakan hal-hal yang merupakan perhatian kepada pasangannya. Itu sebagai bentuk kasih sayang.
3. Berperasaan
Bahasa penuh dengan emosi. Bagaimana tidak, bahasa sendiri disentuh oleh perasaan sebelum dikeluarkan dari mulut. Kecanggihan bahasa yang satu ini sangat mempengaruhi nada atau intonasi keluarnya bahasa dari mulut kita. Orang yang marah akan berbeda nadanya dengan orang yang sedang bersedih. Seharusnya hal ini bisa menunjukkan mana yang jujur atau yang tidak jujur. Atau kadang-kadang hanya menjadi pemuas nafsu kalangan orang-orang yang sensitif.
4. Bentuk nyata kata-kata
Kadang orang tidak merasakan bahwa dirinya berbahasa setiap harinya. Jika dipercaya bahwa sistem bahasa itu ada di otak, maka ada dua cara untuk menyatakannya: tulisan atau lisan. Lisan menjadi salah satu bentuk nyatanya. Tanpa adanya bentuk nyata bahasa, maka bahasa hanya menjadi pola pikir (langue).
5. Fiktif
Bahasa lisan kadang bersifat fiktif atau khayalan. Khayalan yang dimaksud adalah orang bisa membayangkan adegan-adegan atau penggambaran yang dilakukan oleh seorang pencerita. Tak heran, mendongeng, dahulu kala sangat disenangi oleh anak-anak yang memang sering berimajinasi.
Dari beberapa kecanggihan bahasa lisan di atas adalah sedikit contoh yang terjadi di sekitar tentang penggunaan bahasa lisan yang sering kali luput dari kesadaran pemakainya langsung.Beberapa penjelasan di atas mengaitkan antara bahasa dan kecanggihan-kecanggihan yang dimilikinya. Dan contoh kasus yang disajikan akhirnya meyakinkan bahwa memang bahasa diproduksi bukan asal-asalan dan sesuai dengan tujuannya masing-masing. Apakah kita sadar, bahwa dengan ini, bahasa adalah salah satu teknologi komunikasi canggih yang diproduksi manusia?
Nenek saya pun bisa menggunakan kecanggihan bahasa di atas, juga adik teman saya yang masih berusia dua tahun.***
3. Berperasaan
Bahasa penuh dengan emosi. Bagaimana tidak, bahasa sendiri disentuh oleh perasaan sebelum dikeluarkan dari mulut. Kecanggihan bahasa yang satu ini sangat mempengaruhi nada atau intonasi keluarnya bahasa dari mulut kita. Orang yang marah akan berbeda nadanya dengan orang yang sedang bersedih. Seharusnya hal ini bisa menunjukkan mana yang jujur atau yang tidak jujur. Atau kadang-kadang hanya menjadi pemuas nafsu kalangan orang-orang yang sensitif.
4. Bentuk nyata kata-kata
Kadang orang tidak merasakan bahwa dirinya berbahasa setiap harinya. Jika dipercaya bahwa sistem bahasa itu ada di otak, maka ada dua cara untuk menyatakannya: tulisan atau lisan. Lisan menjadi salah satu bentuk nyatanya. Tanpa adanya bentuk nyata bahasa, maka bahasa hanya menjadi pola pikir (langue).
5. Fiktif
Bahasa lisan kadang bersifat fiktif atau khayalan. Khayalan yang dimaksud adalah orang bisa membayangkan adegan-adegan atau penggambaran yang dilakukan oleh seorang pencerita. Tak heran, mendongeng, dahulu kala sangat disenangi oleh anak-anak yang memang sering berimajinasi.
Dari beberapa kecanggihan bahasa lisan di atas adalah sedikit contoh yang terjadi di sekitar tentang penggunaan bahasa lisan yang sering kali luput dari kesadaran pemakainya langsung.Beberapa penjelasan di atas mengaitkan antara bahasa dan kecanggihan-kecanggihan yang dimilikinya. Dan contoh kasus yang disajikan akhirnya meyakinkan bahwa memang bahasa diproduksi bukan asal-asalan dan sesuai dengan tujuannya masing-masing. Apakah kita sadar, bahwa dengan ini, bahasa adalah salah satu teknologi komunikasi canggih yang diproduksi manusia?
Nenek saya pun bisa menggunakan kecanggihan bahasa di atas, juga adik teman saya yang masih berusia dua tahun.***
Tentang penulis:
Achmad Dayari adalah seorang duta bahasa lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pakuan Bogor. Saat ini, pria yang aktif berkesenian di Buitenzorg Actor Syndicate ini sedang menempuh jenjang S2 jurusan Pekajian Seni di ISBI Bandung. Dia juga menjabat sebagai ketua Komisi Teater Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kota Bogor.
Segera tuangkan pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! Jangan lupa ikuti kami di Facebook, Twitter, Instagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.
"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar