http://jslhr.pubs.asha.org/ |
Aksen orang Amerika dan aksen orang Inggris adalah dua istilah yang sudah lumrah didengar. Kedua aksen ini bahkan bisa jadi merupakan target seseorang dalam mempelajari bahasa Inggris. Sayangnya, kedua aksen ini sangat sulit untuk dipelajari.
Rekaman diatas adalah hasil rekaman
dari 10 orang Indonesia yang diminta membaca sebuah teks seolah sedang
memberikan sebuah presentasi. Berdasarkan hasil rekaman tersebut, jelas
terdengar bahwa ada banyak kata yang tidak diucapkan sebagaimana mestinya dan
intonasi yang terdengar tidak sama dengan intonasi para penutur asli. Beberapa
pertanyaan kemudian muncul:
"Menurut
orang asing, apakah ‘aksen orang Indonesia’ sulit dipahami?"
Terkait bahasa lisan, bahasa ibu kita (bahasa Sunda, Betawi, Cirebon, dan bahasa Indonesia) memiliki beberapa perbedaan dengan bahasa Inggris. Bahasa Inggris memiliki lebih banyak bunyi vokal dan lebih banyak bunyi konsonan. Beberapa diantara bunyi konsonan ini tidak ada dalam bahasa Indonesia sehingga menyulitkan kita untuk melafalkannya. Sebagai contoh, kita tidak mengenal bunyi /θ/ dalam kata three (tiga), sehingga acapkali kita melafalkan kata tersebut sebagai tree (pohon). Bunyi /ð/ seperti dalam kata they juga tidak ada dalam bahasa ibu kita sehingga besar kemungkinan kita melafalkan kata they (mereka) sebagai day
(hari). Apakah perbedaan ini membuat kita, orang Indonesia, sulit
dipahami oleh orang asing? Penelitian sederhana yang saya lakukan
mengatakan 'tidak'.
Ketika seseorang ingin mengetahui
kemampuannya dalam pemahaman bahasa, cara yang dapat dilakukan adalah dengan
menjawab pertanyaan pemahaman dari percakapan para penutur asli. Bagaimana apabila
keadaannya berubah? Seberapa mudahkah para orang asing menjawab pertanyaan dari
rekaman orang Indonesia yang berbicara bahasa Inggris?
10 orang Indonesia dimintai bantuan
untuk merekam suaranya sambil membaca sebuah teks seolah sedang menyajikan
sebuah makalah. Kemudian, 10 orang asing secara acak memilih salah satu dari 10
rekaman dan menjalani tes menyimak. Tes ini berisikan 8 buah pertanyaan. Setelah
para orang asing ini selesai menjawab pertanyaan, mereka diberikan angket
sederhana tentang tingkat kesulitan mereka memahami rekaman yang diberikan. Berikut
adalah hasil yang didapat:
3 orang asing menyatakan ‘sangat mudah’, 6 orang menyatakan ‘mudah’, dan 1
orang menyatakan ‘biasa saja’.
Hasil ini sudah menunjukkan bahwa
terlepas dari pelafalan dan intonasi yang tidak sesuai standar, para orang
asing tidak merasa kesulitan dalam memahami apa yang dikatakan. Namun, hal ini
tentunya harus didukung dengan nilai tes pemahaman yang tinggi.
Dari 10 orang asing, nilai rata-rata yang didapatkan adalah 6 jawaban benar
dari 8 pertanyaan (75%). Kesalahan jawaban banyak ditemukan di pertanyaan yang
berhubungan dengan angka.
Hasil tes yang tidak mencapai 100%
mengindikasikan adanya kesulitan yang dihadapi oleh para partisipan. Berikut
adalah hasil wawancara dengan 5 partisipan terkait faktor apa yang menghambat
pemahaman mereka.
Secara umum, para partisipan menyatakan bahwa faktor pelafalan, pelafalan kata yang kurang tepat, memang sedikit menghambat pemahaman. Namun, terlepas dari hal tersebut mereka dapat menangkap gagasan utama dari monolog yang diperdengarkan. Beberapa informasi lain diantaranya: konteks sangat membantu dalam pemahaman, aksen orang Indonesia lebih baik daripada aksen orang-orang di bagian Asia utara, dan tingkat pemahaman akan sangat bergantung pada kemampuan bahasa Inggris orang yang mendengarkan.
Jadi, apakah kita harus merasa malu dengan aksen Indonesia kita? Berdasarkan penelitian sederhana ini, dapat
disimpulkan bahwa orang asing memahami
aksen orang Indonesia. Kenapa harus malu? Tapi, apakah kita tidak usah mempedulikan perbedaan
aksen kita? Hal tersebut masih diperdebatkan.
Riza Purnama adalah seorang
Duta Bahasa yang secara resmi bergabung di tahun 2014. Pria kelahiran Maret, 1992
ini adalah penerima beasiswa LPDP ke University College London untuk meraih
gelar master dalam bidang Linguistik Terapan. Jajaka Kabupaten Sukabumi lulusan Pendidikan Bahasa Inggris UPI ini juga telah
meraih beberapa prestasi lain seperti menjadi pemenang British Council IELTS
Prize tingkat Asia tahun 2015, penerima Beasiswa Djarum 2011-2012, serta
presiden Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, UPI (2011).
Apakah kamu Duta Bahasa selanjutnya?
Segera tuangkan pemikiranmu ke dalam esai bertemakan budaya literasi dan tunjukkan bahwa kamu adalah Duta Bahasa selanjutnya! Lihat persyaratannya di sini serta unduh formulirnya di Google Drive, Mediafire, atau 4shared. Jadilah pejuang yang siap menyebarkan virus-virus kebahasaan! Jangan lupa ikuti kami di Facebook, Twitter, Instagram, dan Line (Duta Bahasa Jabar) untuk informasi terkini terkait pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2016 dan seputar kegiatan Dubas Jabar.
"Berbudaya Literasi, Membangun Bahasa!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar